2020-10-05 22:04 | 95205 | ||
2020-10-05 22:04 | 379636 |
( Alagaddupama sutta - sutta ular air ? Well, Dhamma bukanlah ular berbisa simbol identifikasi/arogansi & sarana eksploitasi/ intimidasi bagi kebodohan internal diri sendiri & untuk pembodohan eksternal lainnya. (Waspadalah bukan hanya kemungkinan brain-washed dari logical / ethical fallacy sebagai pseudo /lokiya dhamma dalam pengetahuan/ penempuhan namun mungkin juga miccha ditti 62 brahmajala sutta dalam labirin penembusan/ pencapaian ).
| Dimensi | Tanazul Genesis KeIlahian ↓ | Taraqi Eksodus Pemurnian ↑ | Simultan progress Triade | |
Transendental | ESENSI MURNI ? ! . | Transendental | ajatam | abhutam | Panna (theravada?) |
Universal | akatam | asankhatam | |||
Eksistensial | Asekha ? | Nibbana | |||
Universal | ENERGI ILAHI nama brahma | Transendental | Anagami | suddhavasa | Samadhi (vajrayana ?) |
Universal | Anenja | arupavacara | |||
Eksistensial | Vehapala > | rupavacara | |||
Eksistensial | MATERI ALAMI rupa kamavacara | Transendental | Mara/Kal, ... | triloka | Sila (mahayana?) |
Universal | Yama , Saka, ... | svargaloka | |||
Eksistensial | asura? < Bhumadeva | apayaloka |
Well, ini hipotesa teoritis dari 3 (tiga) fase (Mandala Tiada Samsara - Mandala dengan Samsara - Mandala Tanpa Samsara).
1.Mandala Tiada Samsara, ( Fase hanya Dhyana > Dhamma )
2. Mandala Dengan Samsara, (Fase dalam Dhamma < Dhyana )
2.1. Awal : Mandala Pra Samsara
Transendental : keterjagaan esensi / zen ? Nibbana
Universal : keterlelapan energi / nama Brahma : arupa & rupa ,
Eksistensial : kebermimpian etheric / rupa Kamavacara : dunia - surga & apaya
2.2.. Kini : Samsara Pra Pralaya
Dunia : sd pralaya Svarga : sd pralaya (paska dunia ) - Apaya : sd pralaya ( lokantarika ?) - Brahma : sd pralaya ( abhasara etc
2.3. Nanti : Samsara Paska Pralaya (versi Buddhism ? )
Lokantarika : residu rupa paska terkena pralaya : dunia - apaya - svarga - hingga rupa brahma Jhana 1 sd 3
Brahmanda : restan nama tidak terkena pralaya : Sudhavasa + Anenja /& Rupa Brahma : Jhana 4 - 3 - 2 ( abhasara )
Lokuttrara : bebas dari samsara & pralayanya : Asekha nibbana ( eksistensial ? + universal & transendental-nya)
What's next ?
- Siklus fase ke 2 Mandala Dalam Samsara berlanjut lagi (Kisah kasih nama rupa Brahmanda Lokantarika bersemi kembali sebagaimana biasanya ? ... kecuali lokuttara & suddhavasa harusnya plus vehapala yang masih mantap & anenja yang masih terlelap juga ..... Asaññasatta ?)
- atau haruskah ada fase 3 (kemusnahan total karena kekacauan keseluruhan & kebinasaan Dia Sentra Yang Esa )
3. Mandala Tanpa Samsara (Fase tanpa Dhamma - tiada Dhyana )
Wilayah | 1 | 2 | 3 | |
Transendental | Nibbana ‘sentra’ ? | Belum diketahui ? 7 | Tidak diketahui ? 8 | Tanpa diketahui ? 9 |
Nibbana ‘sigma’? | Belum mengakui ? 4 | Tidak mengakui ? 5 | Tanpa mengakui ? 6 | |
Nibbana ‘zenka’ ? | Arahata 1 | Pacceka 2 | Sambuddha 3 | |
Universal | Brahma Murni (Suddhavasa) | Anagami 7 (aviha Atappa) | Anagami 8 (Sudassa Sudassi) | Anagami 9(Akanittha) |
Brahma Stabil (Uppekkha ) | jhana 4 (Vehapphala) | Asaññasatta 5 (rupa > nama) | Anenja 6 ( nama > rupa arupa brahma 4 ) | |
Brahma mobile (nama & rupa) | Jhana 1 (Maha Brahma) | Jhana 2 (Abhassara) | Jhana 3 (Subhakinha) | |
Eksistensial | Trimurti LokaDewa | Vishnu 7 (Tusita) | Brahma 8 (Nimmãnarati) | Shiva 9 (Mara? Paranimmita vasavatti) |
Astral Surgawi | Yakha (Cãtummahãrãjika) 4 | Saka (Tãvatimsa) 5 | Yama (Yãma)6 | |
Materi Eteris | Dunia fisik(mediocre’ manussa &‘apaya’ hewan iracchãnayoni) + flora & abiotik ? / 1 | Eteris Astral apaya (‘apaya’ Petayoni & ‘apaya’ niraya) 2 | Eteris Astral apaya Asura (petta & /eks?/ Deva ) 3 |
PROLOGUntuk kesekian kalinya saya harus jujur mengagumi kebijaksanaan taktis demi transendensi pencerahan yang bukan hanya translingual namun transrasional Buddha Gautama sebagaimana pembabaran alur dukkha asivisopama sutta sebelumnya untuk menyadarkan faktisitas keberadaan problem dilematik samsara diri (analisis 16 nana vipassana paska samatha : via ‘stepping stone’ nibbida untuk melonggarkan cengkeraman upadana kemelekatan papanca samsarik agar sankhar-upekkha keberimbangan formasi termantapkan - anuloma peniscayaan tersesuaikan dan transformasi gotrabu terlayakkan bagi realisasi magga-phala nibbana pencerahan sehingga keniscayaan aktualisasi kiriya non-karmik sebagai Ariya secara autentik murni terrefleksikan ).STATISTIK ?Ke-Buddha-an adalah potensi nirvanik dari esensi murni segala level spiritualitas keberadaan samsarik yang harus menempuh faktisitas penempuhannya masing-masing . Nibbana adalah keterjagaan dan samsara adalah keterlelapan. Buddha sesungguhnya adalah Dia (semoga juga kita semua akan demikian) yang sudah bangun terjaga dari mimpi tidur samsariknya. Semua bhava samsara sesungguhnya (disadari atau tidak) adalah pengarung Dharma keBuddhaan di samudera samsara walaupun dalam label eksistensial bukan penganut ‘agama’ Buddha. So, (maaf) jangan terdelusi statistic kuantitas populasi Buddhist di permukaan.Buddhisme yang dibabarkan Buddha Gotama adalah segenggam permata kebijaksanaan simsapa yang karena jangkauan pemberdayaannya sangat luas (tidak hanya untuk pendewasaan pribadi, keharmonisan duniawi, perolehan surgawi, pencapaian brahma, kemampuan abhinna namun bahkan terutama pemurnian bagi keterbebasan dari samsara ini) relative bukan hanya tidak lebih mudah difahami namun juga akan cukup susah untuk dijalani bagi semua bhava samsara yang masih terlelap dalam mimpi keakuan, terseret dalam banjir kemauan, tersekap dalam kesemuan , terjebak dalam kenaifan, dsb… sedangkan demi kelayakan penempuhan (terutama untuk ‘uncommon wisdom’ pembebasan) sejumlah kode etik kosmik kemurnian yang tidak selalu ‘popular’ dengan kecenderungan pembenaran samsarik kepentingan ego mutlak memang perlu dijalankan pelayakannya, antara lain kedewasaan menerima, mensikapi dan melayakkan diri atas kaidah karma ( > pembenaran manipulatif kepercayaan harapan/anggapan akidah pengampunan/ pelimpahan) , kemurnian aktualisasi holistik (> defisiensi kepamrihan/ pencitraan) , refleksi kasih murni tiada batas tanpa eksploitasi standar ganda, menjaga harmoni keseluruhan sebagaimana yang Beliau niscayakan tanpa noda (identifikasi pembanggaan kesombongan diri), tiada cela (eksploitasi pembenaran kepentingan diri) tetap bermain ‘cantik’ (harmonisasi transenden pada wilayah immanent … walau memiliki Dasabala keunggulan adiduniawi tetap bijak dan murni terjaga tidak memanipulasi tataran samsara duniawi dibawahNya …. karena walau samsara 'hanyalah' fenomena bayangan kenyataan semu dari Realitas kebenaran Nibbana namun adalah tetap tidak etis bagi yang telah terjaga melanggar ‘aturan main’ wilayah mimpinya . Samsara dalam advaita mandala ini tampaknya memang perlu ‘ada’ bukan hanya sekedar menampung aneka kehebohan pagelaran chaotik drama delusive bagi keterlayakan level episode berikutnya namun juga demi tetap berlangsungnya keberagaman pada kasunyatan abadi ini?) dalam masa pembabaran Dhamma paska pencerahan hingga parinibbana kewafatanNya (laporan ‘pandangan mata batin Ariya’ proses adiduniawi non-empiris paranibbana Beliau oleh Arahata Anurudha kepada Sekha Ananda atas validitas konsistensi keniscayaan Magga Phala Samma-SambuddhaNya).BAHIYA SUTTA ?Dari prolog dan komentar awal tampaknya karakteristik alur tema Anatta akan dibabarkan pada sessi Bahiya Sutta ini. Sangat menarik untuk disimak karena pra asumsi awal kami … dari tilakhana, anatta adalah factor krusial pembeda yang membuat Ariya Dhamma ini bukan hanya melingkupi (bisa mencapai) namun juga mengungguli (bisa melampaui) lainnya (lokiya : asura dewata/ anenja brahma ?). Faktor Anicca dalam batas tertentu memang bisa difahami dan dilalui lokiya dhamma (norma duniawi – etika surgawi .. awas /ditthi + tanha/ dan sangat liarnya sensasi kemauan yang bisa menjerumuskan ke Lokantarika paska pralaya 2 ?) , factor dukkha pada level tertentu juga masih bisa disadari dan dicapai anenja dhamma ( unio mystica – pantheistics … awas /mana + avijja/ plus masih naifnya fantasi keakuan dimensi Abhassara untuk menyeret kembali dalam perangkap samsara paska pralaya 4 ? ) namun annata adalah factor penentu yang memungkinkan lokuttara dhamma ini mampu mengaktualisasi kemurnian penempuhan (> defisiensi kepamrihan & pencitraan) secara konsisten meniscayakan ‘peniscayaan/ keniscayaan’ dalam kelayakan realisasi pencerahan transeden (keterjagaan dari keterlelapan mimpi/ delusi samsara ini – keterbebasan ‘esensi murni’ ke-Buddha-an dari cangkang delusi ‘pancupadana khanda’ tanpa kebodohan identifikasi dan eksploitasi pembodohan dari keterpedayaan/ ketersesatan/ keterperangkapan intra-drama pengembaraan semu samsara ini kembali (singgah/pulang) ke ‘rumah sejati’ Nibbana ).EPILOGDalam mandala advaita kasunyatan abadi ini sebagaimana samma-panna nibbana yang perlu disadari dan ditembus daya sentrifugal kebijaksanaanNya demikian pula tanha-avijja samsara tampaknya juga perlu difahami dan dilampaui daya sentripetal kecenderungannya. So, sebagaimana harmoni musik peregangan senar kecapi walau viriya memang diperlukan untuk mensegerakan dan konsisten dalam penempuhan namun tampaknya perlu juga panna kebijaksanaan untuk menjaga keberimbangannya dalam kewajaran harmonisasi eksistensial maupun kesadaran transendensi spiritualnya.Semoga refleksi epilog ini tidak menjadi anti klimaks yang dianggap mementahkan samvega kegairahan yang tengah dibangun para Neyya Buddhist (karena ini juga akan berdampak merugikan bagi para truth seeker dalam menyerap referensi yang diperlukan bagi wawasan pengetahuan dan tataran penempuhannya juga).Salam Namo Buddhaya dari padaparama di 'luar' sasana.
https://www.youtube.com/watch?v=3bVWGkbiMg4&list=PLZZa2J4-qv-ZvsV83eVEiRBtw2dLvbu91&index=7&t=3m37s | https://www.youtube.com/watch?v=C317MtQgOe0&list=PLZZa2J4-qv-ZvsV83eVEiRBtw2dLvbu91&index=8&t=5m28s | ||
![]() | ![]() | ||
Evolusi avatara spiritual ? Mystic being paska dasavathara Kalki ? | Balance keseimbangan hidup total ? just be - one in ONE |
Tantien | Pusat | Hati | Rasio |
10 ? | Kalki (destroyer?) | Zorba (artistics) | Zenka? (holistics) |
Ethical | Rama 7 (peaceful) | Khrisna 8 (lovely) | Buddha 9 (meditative) |
Emotional | Parasurama 6 (warrior !) | Vamana 5 (insani) | Narasimha 4 (hewani) |
Physical | Matsya 1 (ikan air) | Koorma 2 (amfibi kura2) | Varaha 3 (celeng darat) |
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ, ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe saṅkhārā aniccā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe saṅkhārā aniccā’ti.“Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena terkondisi adalah tidak kekal.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena yang terkondisi adalah tidak kekal.’Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe saṅkhārā dukkhā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe saṅkhārā dukkhā’ti.Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena terkondisi adalah penderitaan.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena yang terkondisi adalah penderitaan.’Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe dhammā anattā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe dhammā anattā’”ti.Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena adalah tanpa-diri.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena adalah tanpa-diri.’”
PIYA TAN OKE/SUTTA/SD/4.15-Cula-Kamma-Vibhanga-S-m135-piya.pdf | 2020-04-22 22:27 | 492482 | |
PIYA TAN OKE/SUTTA/SD/4.15-Cula-Kamma-Vibhanga-S-m135-piya1.pdf | 2020-04-22 23:18 | 512939 | |
PIYA TAN OKE/SUTTA/SD/4.16-Maha-Kamma-Vibhanga-S-m136-piya.pdf | 2020-04-22 22:27 | 605851 | |
PIYA TAN OKE/SUTTA/SD/4.16-Maha-Kamma-Vibhanga-S-m136-piya1.pdf | 2020-04-22 23:18 | 606406 |
BLOG 22012021 FINAL by BLOG
https://archive.org/download/blog-22012021-final/BLOG%2022012021%20FINAL.rar
(184 MB)
dianggap selesai ya .... posting & sharing
silakan lengkapi sendiri
(buang - revisi atau ... terserah )
DARI : TATARAN EVOLUTIF ( https://justshare2021.blogspot.com/2021/01/quotes.html )
KE : https://maxwellseeker.blogspot.com/
DARI : INDUCTIVE GNOSIS (https://kalamadharma.blogspot.com/2021/02/stock-files.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar